Jumat, 18 Mei 2012

Manunggaling Kawulo Gusti & Irsyad Manji

Sejalan dengan Proyek Yahudi di negeri muslim terbesar sejagad Indonesia, maka benang merah tampak pada gejolak Ahmadiyah, kebebasan berekspresi, demokrasi, dan import daya rusak sosial ala Arab Spring, sampai barusan tentang konser esex esex Lady Gaga yang hampir bersamaan dengan diskusi buku ecek ecek : Alloh, Liberty, and Love (ALL).
Semestinya buku Irsyad Manji tersebut seharusnya diubah menjadi : Lucifer, Liberty & Love for Lesbian (LLL4L). Maka persoalanpun selesai.
Tetapi bukan itu tujuan para Luciferan Yahudi, karena daya obok di negeri muslim terbesar di jagad akan semakin gencar kalau dilakukan secara halus pelanpelan evolutif dengan kedok kendaraan bermuka manis ala kebebasan individu, kebebasan berekspresi, demokrasi, kreativitas seni, liberalisasi Islam ala JIL, daya usik Cikesik Ahmadiyah, dll.
Dengan topeng reformasi (yang menelorkan repotNASI) maka freedom demokrasi telah dipujapuji sanasini oleh para tokoh Amin Rais, GusDur, dll. Hasilnya lagi setiap orang boleh berteriak ideologi, semua hidung boleh menjadi belang untuk menerbitkan tabloid aurat, semua rakyat halal saja bergerombol merusak jalanan dan tatanan sosial atas nama demokrasi, setiap insan dapat saja membuat partai atau Lembaga SOKsial Masarakat, dst..dst...
Proses chaotis di dunia sosial seolah mendapatkan bahanbakar percepatan guna meliberalkan pranata sosial yang selama ini digenggam kuat dalam Pancasila. Atas nama pluralisme dibumbu dengan kebebasan individu, maka panutan etika dibuang jauhjauh kalau itu menghambat kebebasan. 
Nah iklim kebebasan telah bebas membebaskan segala sendi moral, agama, seni, budaya, politik, ekonomi dan apapun manusia hampir hidup bebas di alam rimba bebas.
Tak heran pada saat yang bersamaan, para penganut keharmonisan dan keteraturan sangat gelisah dengan munculnya lawannya, yaitu kebebasan.
Jadi kutub biner sosial telah menjadi antagonis antara pemuja keBEBASan melawan penganut keTERATURan, jadi ormas FPI termasuk yang paling keras bernahi munkar dalam hal ini.
Sesungguhnya FPI berada pada fihak yang teraniaya kalau anda tahu.
Bagi yang hanya melihat kulit luarnya saja, maka anda sulit mengetahui esensi yang sesungguhnya.
Orang awam hanya melihat FPI bergerombol merusak kafe, dan sweeping miras dengan jubah dan jenggotnya saja.  Padahal kafe 'akhlak' FPI telah dilempari batu ideologi 'mbuh' ala Ahmadiyah, kedai kopi 'moral' FPI telah dijarah oleh susupan ide liberasi akidah, dll.
Maksud pertahanan moral FPI dengan kasar merusak kafe miras dan menggeropyok diskotik narkoba nampak bagi awam sebagai monster masarakat, padahal kalau difikir jauh tindakan mereka justru akan membersihkan penyakit sosial di masa mendatang.
Sebagai contoh : hukum potong-tangan bagi pencuri lebay dilihat keji bagi hak azasi manusia, namun efek jeranya mampu menenangkan masarakat terhadap pencurian di masa mendatang, jadi keji mana potong tangan seorang demi menentramkan jutaan umat manusia di masa datang. Ataukah atas nama hak asazi seorang pencuri tetapi melahirkan keresahan sosial di masa datang akibat lahirnya ribuan pencuri yang meningkat secara kuantitas dan secara kualitas berevolusi menjadi perampok dan pemerkosa.
Bagi yang masih belum 'ngeh' ulah kasar FPI atas miras, narkoba, dan tontonan umbar aurat, maka tanyakan kepada Afriliani Suryani si penabrak maut Tugu Tani atas hasil reaksi efek miras dan narkoba.  Atau kalian boleh sekalisekali diperkosa atau anak perempuanmu digilir berandalan yang teler akibat miras narkoba.  Pada tahapan ini maka kalian baru akan 'ngeh' atas tindak keras bin kasar FPI.
Mungkin saja ada pendapat yang begini : ...tapi lha mbok yang sopan dong kalau mau memberantas miras minuman keras (lha minuman keras kok berantasnya dengan lembek....gak nyambung).  Ibarat kankertulang di tangan yang menggerogoti tubuh, lantas si dokter bilang ini harus dengan tindak kasar - amputasi agar nantinya pasien selamat, maka tindak 'amputasi' moral ala FPI dinilai sebagai penyelamatan 'kanker' moral masarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar