Sabtu, 16 Juni 2012

Kisah Haji Juragan Seafood

Inilah suatu kisah nyata perjalanan seorang perantau di pinggiran Jakarta. Sebut saja namanya Ilyas.
Ilyas muda merantau ke Jakarta metropolitan tanpa berbekal apapun termasuk ketrampilan. Berbekal cuma modal dengkul dan kesabaran, maklum di kampung orangtuanya juga tergolong minus.
Kebutuhan hidup tentu tidak bisa ditunda. Kalau nafas butuh udara, maka oksigen bisa dihirup gratis di manapun termasuk Jakarta kota walaupun harus bercampur dengan polusi knalpot kendaraan bermotor.  Tapi yang namanya tuntutan perut, siapapun manusia hanya mampu menundanya beberapa jam saja, sesudah itu wajib hukumnya untuk diisi, kalau masih mau ngelanjutin kehidupan.  Hukum perut yang serba memaksa ini juga memaksa si Ilyas muda di bilangan Jakarta Utara.
Kata orang bijak, lapar bisa menumbuhkan akal. Mungkin karena itu Orang Barat menyebutnya 'creative' alias kreatif yang bisa jadi berasal dari kata 'kere aktif', yaitu karena bernasib kere maka otaknya aktif atau boso Jowone : urip nalare.
Karena lapar itulah Ilyas mengobok-obok tempat sampah untuk dipilih dan dipilah mana yang masih berguna dan mana yang sudah tidak, maklum masarakat Jakarta yang konon tingkat hedonismenya tinggi secara serampangan membuang segala benda kalau dirasa sudah ketinggal mode atau sudah dirasa bosan yang padahal nilai gunanya masih layak.
Atas ketekunannya atau atas nama tuntutan perut, maka ada saja saban hari yang dapat ditemukan Ilyas untuk dijual ke pengepul atau pengumpul barang bekas.  Rupiah demi Rupiah dia kumpulkan yang sebagian besar untuk makan dan sebagian kecilnya ditabung.  Hari ke hari menjadi bulan. Bulan demi bulan nasibnya tetap menjadi bulanbulanan di sekitar Bantargebang 'mall sampah' terbesar di Jakarta. Hampir lima tahunan ....kayak repelita saja...nasib Ilyas ya segitugitu aja, maklum tabungan diisi dengan menyisihkan sebagian kecil hasil 'nyampah' ( lha kalau nyisihkan sebagian besar hasil nyampah...ya nggak makan dong).
Di 'mall sampah' Bantargebang itu pulalah dia terkena anakpanah asmara gadis lugu yang profesinya kurang lebih sama sebagai tukang korek sampah.  Segeralah mereka menikah seadanya.
Setelah melahirkan anak, tentunya kehidupan menjadi terasa lebih berat, apalagi isteri Ilyas harus momong bayi kecil yang kalau harus nyampah, maka si upik takut terkena penyakit yang biaya obatnya belum tentu ditangung asuransi Pemda maklum KTPnya (kalu toh punya) bukan wilayahnya. 
Berangkat dari kondisi kere, maka dia haruslah aktif, dicarinya profesi baru yang lebih 'bersih'......mencari anak keong di sawah.  Kalau di Jakarta sawah sudah digeser dan digusur jadi gedung, maka rumah tinggal Ilyas juga terpaksa lengser ke pinggiran Bekasi tanpa mendapat uang gusur.
Ternyata hasil kumpul keong yang dijual ke restoran China mempunyai nilai tambah yang lebih dibanding hasil kumpul sampah ke saudara Madura, maka diputuskanlah Ilyas dan bininya beralih profesi sama-sama jadil pengumpul keong sawah (awas bukannya keong racunnya SintaJojo lho...)
Anak Ilyas lama-lama tambah gede, butuh biaya gede, sementara tabungan hasil keong nggak gede-gede, namun lumayanlah, sehingga suasana sabar sedikit-sedikit telah berubah menjadi sukur.
Keluarga Ilyas sudah mulai menampakkan senyum sukur atas nasib yang menjadi lebih baik, namun itu nggak bertahan lama, karena atasnama megapolitan, maka Bekasi juga menggeliat industrinya yang membutuhkan lahan pabrik, dan karyawannya bertambah yang butuh lahan real estate, ujung-ujungnya lahan bisnis Ilyas and his gang juga digusur, sehingganya lagi pupuslah profesi kumpul keong yang akhirnya memangkas tabungan mereka.
Hati Ilyas miris, matanya menangis, merenungi nasib yang baru bisa senyum namun segera berganti airmata, apalagi anak Ilyas sedang lucu-lucunya.
Di batas kesabarannya, Ilyas berontak hatinya, entah kepada Tuhan atau kepada Pemerintah yang tidak tanggap atas nasibnya atau entah kepada siapa lagi dia harus protes menyerapahi nasib.
'Bu ne, entah harus apalagi yang harus kita lakukan demi membahagiakan si upik, rasanya otak ini sudah buntu' seru Ilyas kepada bininya. Bininya hanya menyuruhnya sabar.
'Gini aja bu ne, bongkar saja semua tabungan dan belikan semua bahan makanan yang paling enak, dan masaklah untuk membuat hidangan paling lezat untuk jamuan terakhir keluarga kita....aku sudah nggak peduli lagi besuk akan makan apa lagi, semua serahkan kepada Tuhan' perintahnya ke bininya yang terbengong-bengong.
Belanjaan bahan makan terbaik, mulai ikan laut segar, buah-buahan, sayur-mayur mahal dll sudah dibeli oleh bininya dan segera siap dimasak.  Dilandasi demi memuaskan niat suaminya, maka si bini 'mantak aji' memasak secara total dengan hati dan teliti, karena mungkin ini akan menjadi menu masak terakhirnya.
Menjelang kulminasi matahari, pas jamnya makan siang hidangan istimewa sebagai jamuan terakhir siaplah sudah.  Ilyas sekeluarga sudah membentuk lingkaran tahlil bersama bini dan anakanaknya dan Ilyas mulai menjelaskan ke anak-anaknya kalau sekarang boleh bersantap enak, namun jangan tanya lagi esuknya.  Setelah menjelaskan tekadnya, doa akan dimulai, namun dasar nasib kurang mendukung, pada saat itu berdatanganlah teman-teman lama Ilyas bertandang ke gubugnya.  Dalam hati ujian apalagi ini, baru mau senang-senang ama anak bini, rombongan temannya kok ya ngepasin berdatangan.
Ruang hati Ilyas terjadi perang batin, mau ikut ego syetan yang pelit berbagi atau sabar-sukur ngikut petunjuk malaikat agar berbagi makan bersama teman lamanya walau niat pesta besar bersama anak-bini sedikit terusik.  Akhirnya dengan berat-hati Ilyaspun segera ngajak seluruh bala-kurawa teman lamanya untuk ikut serta menikmati jamuan terakhirnya.
"Yas....gile bener masakan bini lu,....lezat banget, ngapain elu padhe ngumpuluin keong kalau bini lu bisa masak ala resto bintang lima kayak gini....mending elu gua modalin buat buka arung makan seafood" seru salah-satu rekan lamanya.

Ringkasnya, sekarang Ilyas dan keluarga sudah mempunyai 4 gerai resto seafood dan sudah pula menyandang predikat haji di depan namanya : Haji Ilyas, berkat ketekunan usahanya selama hampir 13 Tahun.
Itulah buah manis sikap SABAR di kala susah, dan SUKUR di kala senang, serta tetap berjiwa BERBAGI walaupun dalam keterbatasan, bahkan dengan berbagi di jamuan terakhirnya menjadikan dia mendapatkan modal dari temannya, apa jadinya jika sikap pelit yang dipilihnya, tentunya jamuan akhir bersama anak-bini benar-benar merupakan jamuan terakhir di kehidupannya.  Sukses dan Bahagia hanyalah masalah waktu, seperti telah dirasakan Ilyas pak Haji pemilik 4 gerai resto seafood.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar