Minggu, 22 Januari 2012

FDW

Sambutan OrangTua $iswa


Memaknai FESTIVAL DwiWARNA

Sebagai bentuk aktivitas positif di samping kegiatan utama siswa yang belajar mengasah dan mengisi ilmu (pengayaan sisi IQ), maka aktivitas sosial berorganisasi merupakan kegiatan merasakan dan menambah pengalaman (penguatan sisi EQ).

Festival !!!
Makna festival bisa didapat dari kamus atau google, namun dapat juga ditelusur melalui mesin-waktu.
Mari kita masuk lorong waktu dan terbang ke ratusan tahun yang lalu. Di Harbin China terdapat festival es, di Thailand ditemui festival air, dan bahkan di Rio de Janeiro, Brazil ada festival tahunan yang dahsyat yang mengumbar spirit kebebasan mutlak. Pada hari festival tersebut hampir semuanya warga mengumbar sukacita semaunya, bahkan ada yang bertelanjang ikut pawai arak-arakan sepanjang jalan utama.

Pesawat waktu berjalan menuju ribuan tahun lampau, dan kita bisa saksikan adanya suku primitif yang hanya bercawat saja berhuraria menari menyambut masa panen....pada musim semi sedemikian juga, mereka berpesta dan berfestival sebagai ujud rasa terimakasih ke alam atas nikmat panen.

Masih dengan pesawat waktu, kita terbang lebih jauh lagi ke masa milyaran tahun lalu. Argo pesawat menunjuk pada posisi 4 milyaran tahunan lampau.
Kita terpana, bahwa festival tidak atau belum ada. Gimana maau ada festival ......... lha wong yang ada hanya bumi perawan, belum ada apa-apa dan siapa-siapa, bahkan makhluk renik sel tunggal juga belum mulai berevolusi.

Kehidupan belum ada, maka tidak ada festival. Jadi LIFE is FESTIVAL, begitulah kirakira orang memaknai sebuah festival.

Begitulah pula kirakira festival DwiWARNA. Namun semestinyalah tidak semata unsur hurarianya yang ditekankan, karena memang festival-festival dunia lainnya hanya mengandung makna pesta dan sebagai ujud rasa terimakasih ke semesta dan berkonotasi ke masa lampau, maka alangkah bagusnya apabila DWIWARNA mengadakan pesta yang mengingatkan rasa tanggungjawab ke depan ke generasi berikutnya atas rapuhnya semesta apabila tidak ada yang peduli atas kelestariannya maka selayaknyalah sebuah festival yang hendak diwarnai dan DWIWARNA lestarikan adalah pesta tanggungjawab kepada masadepan, dan sudah tepat apabila kegiatan ini diimbangi dengan acara tanam pohon (P-hospate O-xygen H2O N-itrogen).

Ujud rasa tanggungjawab yang akan diwariskan ke masadepan, juga tampak atas kesadaran kita pada AuditSAMPAH.
Coba lihat sampah anda seharihari dan mari kita audit bersama. Jika ditemukan sebuah karet gelang, tas plastik ataupun sisa shampoo di botol walaupun beberapa tetes milimeter, itu artinya kesadaran lingkungan kita masih rendah. Bayangkan berapa getah karet dideras petani dari hutan karet, berapa kelapa sawit diunduh dari pohon, dan berapa kulit batang pinus ditebang untuk memproduksi kertas, shampoo, karet dan sebagainya, belum lagi berapa pabrik menyerap batubara dan minyak bumi agar beroperasi menghasilkan produk kimiawi untuk kebutuhan hidup kita, mulai dari shampoo, pastagigi, sabun, kertas, karet, klip, bahkan ic circuit laptop atau ipad anda, semua diambil dan diolah dari alam, oleh sebab itu memperpanjang guna benda produk manusia dari alam untuk tidak segera masuk tong sampah adalah kepedulian kita terhadap alam tersendiri. Ini juga harus dilestarikan ke dalam jiwa sanubari insan DwiWarna yang tersadarkan via Festivalnya. Jadi sampah insan DW sudah semestinya berisi benda-banda yang siapapun sudah tidak mampu menggunakannya alias sudah purna guna. Sampah yang berisi benda yang sudah sangat purna gunapun tidak mesti sembarang buang, masih dibutuhkan pengelompokan jenis bio atau kimiawi bahaya terhadap lingkungan. Demikian seterusnya dan seterusnya....budaya cinta lingkungan yang memperbanyak pohon sebagai penyangga kehidupan, cinta hutan dan upaya memperlama usia guna suatu produk merupakan langkah positif yang pantas diberi kredit lingkungan dan masa depan.

Mampukah spirit tersebut menggelegak via Festival DwiWARNA ?
Sudah seharusnya dan wajib, kalau tidak ya...akan mubazir segala dana dan daya upaya yang telah sama-sama dijalani. Kemubaziran adalah sebuah bentuk sampah yang semestinya masih bisa diupayakan nilai gunanya. Sabda Nabi mubazir itu kegemaran syetan, karena kemubaziran itu merusak alam, tetes-tetes sabun, air bocor, kertas bekas dibuangi tanpa diseleksi dan sebagainya akan secara cepat menggunung jadi sampah kemubaziran yang jorok menjadi srang syetan. Steve Job sang perfeksionis desain, sangat getol atas kesederhaan produknya (iPod, iPad, iPhone), dia juga gemar taman kebun ala Zen Jepang yang amat sederhana namun penuh magis pesona kedamaian. Kalau anda berkunjung ke rumahnya, maka akan kaget karena sangat minim perabotan yang nekoneko. Spirit minimalis namun penuh fungsionalis. Sejajar dengan moto manufaktur Jepang dengan 5 S yang ditranslasi ke Indonesia sebagai semangat 5 R (Rapi, Ringkas, Rawat, Resik, Ramah). Suasana 5S Jepang mampu menjadikan negara ini kampiun industri otomotif dan elektronika, maka kita adopsi sebsgai Semangat 5R di lingkungan Kampus DwiWARNA agar kita kampiun dunia pendidikan dan pengajaran tingkat dunia.

DWI WARNA?

DWI

Dwi berarti dua atau biner.
Kita masih naik pesawat waktu....dan mari kita pacu lebih cepat lagi menuju ke sebelum 13 Milayran tahun ke belakang. Ternyata alam semesta berada pada stadium kemanunggalan yang harmonis, yang disebut SINgULARITY....Kurang lebih yang MAHA TUNGGAL Tuhan penguasa Semesta.
Dengan titahNya : ......kun fayakun...semacam big BANG awal semesta maka keMAHA TUNGGALan meretas menjadi keFANAan yang biner atau dwi alias dua yang imbang, terciptalah : siang -malam, laki-perempuan, atas-bawah, dulu-besuk, kuantitas-kualitas, internal-eksternal..dst.
Jadi DWI berarti sifat biner alamiah yang seimbang, maka seimbangkanlah segalamu di DwiWarna ini. Pintarkanlah Otakmu dan juga Kuatkanlah ototmu, tegarkanlah jiwamu seiring sehatkanlah ragamu...kamu harus pandai dengan IQ tinggi, juga semangat hebat sebesar EQmu, lahir-batin, jiwa-raga, Iq-Eq semuanya seimbang sebagai tafsir atas DWI.....karena nantinya di dunia kerja kamu akan dihadapkan kepada realita profesionalisme yang bersifat DWI : Spesialis dan Generalis. Bagi anda yang bakat di IQ tinggi maka dunia spesialis memanti anda, namun bagi yang bakat sosialisasi organisasi dengan EQ hebat, maka anda kemungkinan akan cocok di jalur Generalis menejerial.
Maka sudah benar langkah pengkelasan di Boarding DwiWARNA ini sebagai pencetak insan pintar IQ tinggi dan penelor insan cerdas sosial dengan EQ hebat sebagai human character building dan intellectual capital building.
Kelas I diOrientasikan kepada pemantapan IMAN sebagai ujud SQ - Spiritual Quotient insan muda DW.
Kelas II berOrganisasi OSIS, MPK, kepanitiaan FDW, dst sebagai ujud EQ - Penegakkan kekuatan 3motion Quotion insan madya DW.
Kelas III hendaknya FOKUS kepada hal yang sejati sebagai seorang siswa, yaitu ketajaman IQ - Sebagai bekal intelektual nanti ke jenjang didik di perguruan tinggi.
Aktivitas belajar-mengajar adalah wahana IQ blow up, sedangkan ekstra kurikula organisasi sebagai social EQ blast, seperti kegiatan FDW ini sebagai salah-satu contoh positifnya.
Adalah internal - eksternal yang seimbang sebagai sifat dwi-biner yang wajib diperhatikan di kampus ini.
Segenap insan DW harus siap berkompetisi secara internal, yaitu berlomba mengejar prestasi saling kebut di antara anda semua sesama warga DW (individual competition).
Di samping itu ananda juga harus mempersiapkan diri pada ajang kompetisi eksternal (collective competition) yang akan menjunjung nama besar DwiWARNA dibanding lembaga didik lainnya, ananda bersama bertangungjawab menunjukkan keunggulan kolektif.

WARNA

Last but not least.....makna WARNA dalam kontek Festival Dwi WARNA.
Tiada hal lain memaknai WARNA dalam kontek di festival dwiWARNA adalah : .....hai anak-anak DwiWARNA, keruklah ilmu dan teguklah aktivitas positifmu di sini, sehingga kelak menjadi insan-insan dwiWARNA yang jadi WAR-ga dunia yang bergu-NA, sehingga kamu mampu me-WAR-iskan hal yang bermak-NA.

Salam DwiWARNA.....selamat berFESTIVAL sebuah inFESTasI VitAL masa depan.

Sabtu, 21 Januari 2012

KOPI

Terus terang aku usul agar kita ngebedain KOPI dengan KOFI.
Guru Bahasa Indonesia dulu ngajarin untuk "nggebyah uyah" antara "kopi" dengan "kofi", semuanya harus KOPI, tidak boleh ada KOFI, karena "f" tidak dikenal dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Aku inginnya Bahasa Indonesia sudah harus mengglobal (bukannya menggombal) : masak nggak boleh pakai "f" sih, haram hukumnya dipakai dalam Bahasa Indonesia, alasan klasiknya Bahasa Indonesia itu terbentuk dari akulturasi bahasa Nusantara, mulai Sumatra, Jawa, Papua dll.
"Fikir" yang diadopsi dari Arab "fikr" harus rela diIndonesiakan menjadi "pikir", karena katanya kan di nusantara (Jawa) ada huruf "honocoroko" yang mana ada huruf "po" yang mampu menggantikan "fa"-nya huruf Arab. Itulah kurang-lebih juntrungnya.
Note : kalo gitu nama saya bukan Hanan AriFin, tapi Hanan AriPin dong, kalo mau jadi Indonesia.

Baiklah aku pelopori pembedaan antara KOPI dengan KOFI menurut logika bahasa, agar Bahasa Indonesia bukan saja baik dan benar, tetapi benar-benar "baik" dan benar-benar "benar".
KOPI itu hanya untuk istilah : "...tolong dokumen ini diKOPI rangkap 3...!!!", di sini sebaiknya digunakan kata KOPI, karena memang asal-muasalnya dari ....'copy' yang berarti menduplikasi.
Nah kalau KOFI itu untuk sejenis minuman kesukaan saya, apalagi yang dari luwak...wach, nikmat dunia-akhirat rasanya.

Juntrung?
Minuman "kofi" berasal dari penggembala Ethiopia yang heran kok kambing dombanya girang-gairah setelah makan semacam bijibijian 'aneh'.
Mungkin si dia juga ingin "menggairahkan diri" dengan isteri (bukan dengan kambingnya lho) setibanya di rumah, maka dicicipinya biji 'aneh' yang ditemukan kambingnya (ingat : bukan biji kambingnya ya !!!!). Terus terang saja rasanya pahit bin sepet-sepet.....namun dasar si gembala tadi kebelet pengin gairah, maka dicari cara menikmati biji gairah tadi....diupayakan dibakar, ditumbuk, dilarut air dan dimacemmacemin, sehingga jadi sejenis minuman penggairah....hasilnya lumayan sich....
Mungkin kalau waktu itu sudah ada hak paten, maka si gembala akan menikmati royalti paten bejibun sampai sekarang, karena industri minuman biji ini sudah mengglobal dengan berbagai "brand" seperti : Starbuck, KapalApi, Torabika, ABC, dll.

Daerah penghasil biji penggairah yang ajaib tersebut konon bernama Qahhwa.
Ada syeh dari Turki yang dijamu para ningrat Ethiopia dengan minuman biji ini, maka timbullah gairah ibadah di malam-malam harinya, karena sebagai penggiat tarekat layak bertirakat di waktu malam.....ngantuk menjadi hilang menjauh berkat minuman ajaib ini.
Maka menjadi tenarlah minuman biji ajaib ini di kalangan para raja (umarro) dan para syeh (ulama).

Entah mana yang lebih dahulu melekat sebagai nama biji ajaib ini : KOFI yang berasal dari nama daerah gembalaan si Ethiopia atau karena bermuara dari al Qohwa (Arab : kuat), karena efek aromanya menjadi penguat dzikir para petirakat tarekat di malam-malam ibadahnya.

Zaman penjajahan kolonialisme dan imperialisme, maka bangsa bar-bar BARat berebut komoditas biji ajaib ini dan dikenalkanlah sebagai peneman di bar-bar, kedai-kedai minum mereka sembari berdansa mabuk-mabukan bersama penari telanjang. Mungkin karena ini para penganut taat Katholik atau Kristiani Advent melarang minum biji ajaib ini...atau mungkin pula agar para sufi muslim tidak sempat menikmati kekayaan karena komoditas biji ajaib ini menjadi berkembang.

Nggak salah kalau kedai-kedai minum atau bar-bar kaum BARat dikenal istilah CAFE dan juga minuman biji ajaib disebutnya COFFEE....yang diInnodesiakan sebagai KOPI (harusnya KOFI).

Jadi beda betul antara KOPI dengan KOFI menurut juntrung logika. Nah kalau hanya atas dasar "honocoroko" terus kita manut untuk menggebyah-uyah antara kopi dengan kofi menjadi KOPI saja, maka rasanya tentu jadi nggak enak.
Mau minum kok disodori lembaran fotoKOPI,....nah pas mau menduplikat dokumen salah-salah ketumpahan segelas KOFI dong jadinya.

Konon jaringan-jaringan kedai kofi pula yang mampu menggalang jamaah syiah, sehingga Sang Imam Khomeini mampu menyelaraskan ideologi spiritualnya sampai mampu mendongkel Syah Iran yang tiran dibantu USA, ....sehingga pula jaringan kedai kofi ...Coffee (CO - FE) = COmmunity of FacEbook....sebuah jaringan yang menobrak-abrik dunia Arab atas nama Arab Spring seperti akhir-akhir ini.

Kamis, 12 Januari 2012

B.U.I.H

Sewaktu mudik lebaran kami menjajal tol gratis dari Semarang ke Ungaran. Di kanan-kiri jalan berbukit kami saksikan pemandangan perkampungan yang amat padat penduduk. Kami yakin bahwa mayoritas di kampung kumuh tersebut dihuni oleh kaum muslim, sebabnya banyak kusaksikan bangunan-bangunan mesjid, surau ataupun mushola. Potret seperti ini sudah bercerita banyak :y  a. kampung kumuh sebagai refleksi kaum terpinggirkan, termarginalisasi dari budaya metro-kota, terselip nyempil sekenanya di antara gedung, rumah-megah, ataupun vila yang sangat boleh jadi milik kaum non-muslim b. bertebarannya mesjid,mushola,surau kecil-kecil seperti gambaran kurang ukhuwahnya umat ataupun mungkin salah tafsir atas ibadah muamalah yang termarginalkan di hadapan ibadah minalloh seperti haji ataupun membangun masjid c. kampung identik dengan rumah-rumah petak kecil berdempetan menandakan populasi manusia yang kberkembangbiak tanpa kontrol (over populated) Kondisi tersebut sepertinya juga sudah diramalkan Baginda Rosul sejak berabad lampau, ketika menggambarkan kondisi umatnya di akhir zaman. Salah seorang sahabat bertanya : ya..Rosul apakah umatmu sedikit jumlahnya ? Bukan,....bahkan umatku teramat banyak populasinya, namun teramat minim kekuatannya...ibarat BUIH. Remeh-temeh bin rapuh, tertiup angin ke manapun angin suka, tiada daya. Coba renungkan sabda Baginda Rosul tersebut, kunci apa penyebab gagalnya umat Islam di akhir zaman sekarang ini sehingga digambarkannya sebagai BUIH.? Clue-nya sebagai rahasia jawaban ada di kata BUIH = B-udaya U-mat I-slam H-ilang. Seperti juga disabdakan Baginda : Islam datang sebagai keterasingan, dan akan hilang dengan keterasingan (termarginalkan) juga. Padahal Sabda tersebut mengandung beberapa "padahal". Padahal-1 : berbagai ilmu dasar turun di bumi Arab (baca : Islam) seperti al-jabar, al-kimia, astronomi, kedokteran ibnu Sina, dll Padahal-2 : hampir seluruh sumberdaya alam ditumbuhkan di bumi muslim (kebun, hutan) - Indonesia, (minyakbumi, gas) - Arab TimurTengah Padahal-3 : umat Islamlah yang diwarisi kitab suci alQuran, satu-satunya kitab yang benar-benar paling suci terhadap kesalahan, kontradiksi, perubahan jumlah huruf, keakuratan cara-baca, dan satu-satunya hal yang dapat dihafal oleh siapapun juga di dunia ini dan masih banyak padahal-padahal lainnya yang memerlukan kontemplasi kita atas keterpurukan Islam di akhir zaman ini. Kalau modal ilmu, akal, dan sumberdaya alam yang berlimpah tetap tidak mampu menjadikan umat Islam sebagai khalifah fil ardh yang mendatangkan kondisii negeri baldatun thoyibatun warrobun ghafur, maka rahasia jawabnya ada di dialog azali antara Alloh dan malaikat yang intinya keberatan malaikat atas ide Alloh yang akan mencipta makhluk baru bernama manusia yang nantinya berkembangbiak beranakpinak tak terkontrol yang akhirnya hanya akan berperang bunuhbunuhan menumpah darah di muka bumi. Jumlah penduduk atawa populasi manusia yang overpopulated inilah penyebab segala masalah di akhir zaman, sehinga masarakat madani yang suburmakmur tak kan segera terujud. Hal yang akan menjelmakan kondisi umat Islam menjadi semacam BUIH kata nabi', yang banyak kuantitas namun sedikit kualitas, sehingga B udaya U mat I slam H ilang (BUIH). Para kolonialis, imperialis', dan orientalispun paham titik lemah ini, sehingga ditaburlah benih virus rusak ini di alam pikiran para kyai, ustad dan panutan umat lewat pemelintiran ayat-ayat : a. semua makhluk ada rezeki masing-masing b. banyak anak, banyak rezeki c. jangan takut miskin, karena banyak anak d. nabi menyukai umat yang banyak keturunannya dll.dll. Kedangkalan tafsir paham di atas sering kita jumpai di pesantren-pesantren dan kampung-kampung sehingga pelemahan umat semakin cepat memBUIH. Baginda menyruh cari ilmu ke negeri China. Apakah keberhasilan China dekade belakangan ini karena tegaknya hukum, atau bersihnya korupsi kolusi, atau suksesnya pendidikan ???? Aku jamin bukan karena itu semua. Justru yang mendasar adalah kesadaran China mengontrol populasi dengan prinsip 1C-1C, yaitu One China - One Child. Hanya satu China : maka tak boleh ada Taiwan merdeka, HongKongpun ditagih kembali dari Inggris dan Makau dari Portugis. ONLY ONE child : karena berjubelnya penduduk bermata sipit berkulit kuning ini, maka kontrol populasi adalah mutlak, satu keluarga hanya boleh satu anak, sehingga mesin karya 2 tak (bapak-ibu) hanya dibebani satu beban anak, sehingga daya lompatnya hebat (bayangkan format Indonesia cermin muslim terpadat di jagat, yang satu keluarga ratarata tiga atau empat anak, mesin karya hanya satu, yaitu ayah : sementara beban gotong empat seorang isteri dan tiga anak, maka jangankan melompat, bahkan untuk berjalanpun tertatihtatih). Tegasnya ZhuRong Ji terhadap kaoruptor, serta konsentrasi pendidikan tingkat politeknik (bukan sarjana), hanyalah penyempurna sukses China. Taruhlah China sukses di bidang pendidikan dan berhasil menegakkan hukum dalam pembersihan korupsi, namun tanpa sukses mengontrol populasi, saya yakin hasilnya hanyalah sebuah NOL besar.